Rabu, 07 November 2012

SDM Iptek yang berkualitas secara intelektual dan moral

Tantangan menuju masyarakat peduli pengetahuan yang terakhir adalah masalah sumber daya manusia (SDM). Sehebat apapun teknologi yang dibeli, peralatan yang dipersiapkan, dana yang dikucurkan dan lain-lain, tetaplah SDM di belakangnya yang paling berperan. Walaupun otomatisasi telah merambah ke semua lini, tanpa ada SDM yang sanggup mengoperasikannya, semua itu menjadi barang tak berguna. Demikian pula, mengenai masalah moral. Apabila iptek diibaratkan sebagai pisau dengan dua sisi, maka hanya SDM yang sadar etika saja yang dapat menghidari terjadinya moral hazard. Dengan demikian, pengembangan SDM yang berkualitas secara intelektual dan moral adalah masalah yang sangat urgen.
Dalam pengembangan iptek, membangun ketertarikan generasi muda terus berusaha dipacu oleh negara-negara maju. Berbagai sarana dimanfaatkan termasuk program televisi yang lebih mudah dicerna, selain tentu saja pendidikan di sekolah. Sayangnya di Indonesia, program-program televisi dipenuhi oleh sinetron, kuis dan berita selebritis/politik. Kalaupun ada program yang bersifat ilmu pengetahuan, berasal dari luar negeri sehingga kepentingan dan kebutuhan lokal kurang terperhatikan.
Di Jepang, negara industri dengan perekonomian terkuat ke dua di dunia, profesi yang paling diidamkan generasi mudanya adalah menjadi pemainbaseball. Oleh karenanya, dalam UU ipteknya, penyebaran iptek untuk masyarakat umum menjadi salah satu prioritas. 
Sayangnya, UU iptek kita yang sekarang kurang memberikan perhatian penanganan SDM dengan tidak adanya bab/pasal khusus mengenainya. Tidak mengherankan, sejak jaman Orde Baru praktik manajemen SDM kita berantakan dan banyak terjadi brain drain baik secara geografis (dari dalam ke luar negeri) maupun sektoral (dari bidang iptek ke bidang ekonomi khususnya).
Pendidikan adalah kunci penting dalam pembinaan SDM. Dalam era globalisasi dengan aliran SDM yang makin bebas, profesionalitas akan makin dihargai. Di Jepang, servis cuci mobil oleh pekerja profesional, bisa bertarif lima kali lebih besar daripada servis serupa oleh pekerja biasa. Tapi untuk dikatakan profesional, pekerja itu harus paham sampai kepada bagaimana proses pengecatan bodi mobil yang akan dicuci. 
Sudah tidak “jamannya”, lembaga-lembaga pendidikan kita berlomba mencetak dokter/insinyur/sarjana hukum dan sebagainya, sebanyak-banyaknya lagi. Setiap orang dilahirkan dengan potensi berbeda. Pendidikan yang sukses adalah yang dapat menggali potensi tersebut sekaligus memberi bekal moral.

sumber : http://www.kamusilmiah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar